Artikel ini berasal dari salah satu tips yang saya tulis di buku Fotografi itu Mudah!: 100+ tips dunia fotografi.
Beberapa pembaca memberikan feedback bahwa mereka sangat menyukai tips
ini. Tanpa saya sadari, tips ini belum dimuat di Infofotografi Inilah tips ke-50: Sebuah tips yang berarti bagi saya dan mudah-mudahan bermanfaat buat semua:
Di dalam hidup dan khususnya fotografi, apakah kualifikasi seperti
titel, diploma, sertifikat, dan lain lain dibutuhkan untuk sukses?
Menurut saya, kualifikasi semacam itu tidak dibutuhkan.
Salah satu kutipan favorit saya berasal dari Soechiro Honda (pendiri Honda Automotive)
“Tiket untuk menonton film lebih bernilai daripada ijazah sekolah”
Ucapan ini dilontarkannya saat Honda baru berusia 15 tahun.
Ironisnya, masih banyak orang yang mencari sertifikat daripada ilmu
yang sebenarnya. Tidak jarang saya menerima telpon yang menanyakan
apakah saya menyediakan sertifikat setelah mengikuti kelas-kelas fotografi.
Kira-kira 2 tahun yang lalu, saat saya mengikuti pelatihan, ada
peserta yang sudah menguasai semua materi pelatihan. Saat ditanya
mengapa dia mengikuti pelatihan tersebut oleh instruktur, dia
mengungkapkan dia membutuhkan sertifikat tersebut untuk karirnya.
Menurut saya, langkahnya sangat disayangkan karena membuang waktu dan
uang untuk hadir di pelatihan tersebut.
Hal ini tidak terlepas karena adanya pola pikir dan cara sebagian
besar perusahaan dalam mengelola karyawannya. Di perusahaan besar,
departemen sumber daya manusia (SDM/HRD) biasanya mengkaji berbagai
kualifikasi entah itu diploma, sertifikat dan jabatan lama seorang calon
karyawan.
Kualifikasi ditentukan oleh perusahaan karena efisiensi penting bagi
mereka. Perusahaan menganggap ongkos terlalu mahal jika mewawancarai
satu per satu aplikasi lamaran kerja. Perusahaan lebih mempercayai data
yang ada di lembaran CV daripada kualitas sebenarnya dari aplikan
tersebut.
Jika perusahaan mencari robot untuk bekerja di perusahaan tsb, cara
menyortir calon karyawan dengan metode diatas memang efisien. Tapi kalau
perusahaan ingin mencari seseorang seperti Bill Gates, Steve Jobs, Mark
Zuckenberg atau orang-orang yang dapat mengubah perusahaannya bahkan
dunia secara radikal, metode ini kurang efektif.
Saya memiliki dosen saat saya kuliah di Bucknell University. Beliau bernama William Gruver.
Professor favorit saya ini adalah mantan eksekutif tinggi di sebuah
perusahaan investasi yang besar. Dari kerjanya berpuluh tahun, beliau
sudah mencapai kebebasan finansial dengan pendapatan ratusan ribu Dolar
AS perbulan. Saat pensiun, beliau ingin menyumbangkan ilmunya untuk
generasi penerus dan pernah melamar untuk mengajar sebagai guru SMA,
tapi ditolak karena tidak memiliki sertifikat sebagai guru dan juga
hanya bertitel S2. (Di Amerika Serikat, penerimaan kualifikasi guru /
dosen sangat tinggi, minimal S3 / Phd untuk mengajar di universitas).
Untungnya, Bucknell University tidak mementingkan kualifikasi tapi
lebih ke hasil karya profesornya menerimanya sebagai dosen. William
Gruver diterima mengajar di Universitas tersebut dan merupakan profesor
(dosen) terbaik yang saya pernah dapatkan selama disana dan sering
menerima penghargaan.
Jika menuruti aturan kualifiikasi, saya juga tidak berkualifikasi
sebagai fotografer karena saya tidak kuliah di jurusan fotografi. Saya
juga tidak berkualifikasi sebagai instruktur fotografi karena tidak
memiliki sertifikat sebagai guru atau tidak pernah kuliah di jurusan
pendidikan. Saya juga tidak berkualifikasi sebagai penulis karena saya
tidak sekolah di jurusan sastra. Tapi nyatanya alumni kursus kilat saya
sudah lebih dari 1000 orang, sebagian besar mengikuti 4-5 kelas
lanjutan. Sebagai penulis blog dan buku bertema fotografi, buku yang
saya tulis sudah dicetak dan terjual lebih dari 25,000 buku.
Jika saya memilih melamar kerja di sebuah perusahaan, paling-paling
saya jadi karyawan dengan gaji pas-pasan, cukup untuk bayar apertemen
sederhana, makan dan bensin. Karena umur saya sudah kepala tiga, mungkin
saya malah tidak akan diterima sama sekali, kalah sama yang muda-muda
yang masih segar-bugar, bersedia lembur, berkualifikasi lebih tinggi dan
rela dibayar lebih murah.
Saran saya adalah jangan biarkan kualifikasi menghambat kita
melakukan apa yang kita sukai, jadikan karya kita yang berbicara lebih
lantang daripada data-data id CV kita. Cari perusahaan yang menghargai
kemampuan kita, bukan aturan kualifikasi semata. Kalau belum ketemu
perusahaan yang seperti itu, cari terus atau buka usaha sendiri!
Seringkali, Anda bernilai lebih tinggi daripada yang Anda pikirkan.
0 komentar:
Posting Komentar